WHAT'S NEW?
Loading...

Korupsi di Indonesia

Ramadhan, Al-Qur’an dan Korupsi
Nur Hidayat  M. Ilyas,Lc *

Ramadhan merupakan bulan penuh berkah yang sangat dirindukan oleh setiap orang. Bagi mereka yang rindu akan ketenangan dan lipatganda pahala dalam beribadah, bulan ini adalah waktu yang sangat tepat untuk berlomba dalam kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dalam keadan beriman dan hanya mengharap pahala Allah SWT maka di ampuni dosa yang telah lalu” (HR Bukhori).. Para ulama terdahulu senantiasa berlomba-lomba dalam beribadah di bulan suci ini. Imam Syafi’i RA misalnya, yang selama bulan Ramadhan rutin mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak dua kali dalam sehari.

Ramadhan juga menjadi bulan yang dinantikan oleh para pedagang. Bagi mereka, bulan ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mengeruk keuntungan yang sangat besar. Sebab, daya konsumsi umat Islam lebih besar dari hari-hari lainnya. Harga bahan pokok juga mulai merangkak naik menjelang bulan Ramadhan.

Bahkan bagi para birokrat pun, Ramadhan adalah bulan yang istimewa. Sebab, inilah saat yang tepat untuk membagi THR, sehingga—menurut mereka—dapat lebih khusuk dalam beribadah, serta tidak banyak memikirkan perkara duniawi dalam menyambut Hari Raya. Atau barangkali karena suatu alasan lain yang tak berujung, dan hanya ingin menghabiskan sisa anggaran.

***
Ramadhan juga merupakan bulan untuk menjauhi syahwat dengan cara berpuasa untuk mencapai derajat ketaqwaan, sebagaimana firman Allah SWT, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan  atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (al-Baqarah 183).

Para ulama membagi puasa kedalaman tiga tingkatan. Pertama, shaum al-‘awwâm (puasa biasa), yaitu puasa dengan mencegah syahwat perut dan alat vital terhadap perkara yang membatalkan puasa. Tingkatan inilah yang biasanya dilakukan oleh masyarakat biasa. Kedua, shaum al-Khusûs (puasa istimewa), yaitu berpuasa dengan mencegah semua anggota tubuh dari perkara yang dilarang oleh Allah SWT. Puasa tingkat kedua ini biasanya dilakukan oleh para Ulama yang sangat ikhlas. Ketiga, adalah shaum khusûs al-khusûs(puasa sangat istimewa), yaitu puasa dengan mencegah hati untuk mengingat selain Allah SWT. Inilah tingkatan puasa tertinggi, tidak ada yang mampu melaksanakannya kecuali para Nabi.

Oleh karena tingginya kemuliaan bulan ini, Allah SWT pun menurunkan kitab suci al-Qur’an pada di bulan suci ini, sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an yang artinya, “Bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).” (al-Baqarah 185). Kemuliaan al-Qur’an pun menambah kemuliaan bulan suci Ramadhan, karena al-Qur’an merupakan mukjizat Nabi Muhammad SAW yang dijaga oleh Allah SWT.

Bagi seseorang, al-Qur’an bisa membawanya menjadi mulia atau hina. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT mengangkat derajat kaum dengan al-Qur’an dan merendahkan dengannya terhadap kaum yang lain.” (HR Muslim). Hadits ini menerangkan bahwa al-Qur’an akan mengangkat derajat seseorang yang mengamalkan dan menjaganya. Sebaliknya, al-Qur’an akan merendahkan derajat orang yang menjauhi dan meremehkannya.

Oleh karenanya, menjadi sebuah kebanggan bagi sebuah negara ketika turut berparsipasi dalam menjaga al-Qur’an. Ada sebuah ungkapan yang cukup terkenal, yaitu “Al-Qur’an diturunkan di Hijaz (sekarang Saudi Arabia), dibaca di Mesir dan ditulis di Turki”. Kiranya ungkapan diatas tidak berlebihan, karena negara-negara yang tersebut memang benar-benar telah berpartisipasi dalam penyebaran al-Qur’an. Saudi Arabia, yang merupakan tempat diturunkannya al-Qur’an kini memiliki percetakan al-Qur’an terbesar di dunia, yaitu King Fahd Complex for the Printing of the Holy al-Qur’an yang dibuka sejak akhir tahun 1984. Percetakan tersebut membagikan al-Qur’an secara gratis kepada setiap pemohon dari berbagai negara.

Begitupula dengan Mesir, negeri yang ikut andil dalam kaderisasi penghafal dan sarjana ahli al-Qur’an. Setidaknya, separuh dari penduduk Mesir  yang berkisar 85 juta jiwa telah hafal al-Qur’an. Menjadi hal yang lumrah jika seorang anak dibawah 8 tahun sudah hafal al-Qur’an, sebab begitu banyak guru-guru mengaji mendirikan kuttab (tempat belajar, menulis dan menghafal alqur’an). Meskipun kuttab sendiri bukanlah sebuah institusi pendidikan resmi di Mesir, namun pemerintah tetap mendukung penuh dengan menggaji tenaga pengajar dan memberi suntikan dana untuk kelancaran sistem pendidikan tersebut.

Sedangkan Turki, semenjak dinasti Ottaman telah menggalakkan penulisan al-Qur’an dengan berbagai model khat arab. Ada banyak sekali penulis al-Qur’an berasal dari negeri ini. Sebut saja, semisal Syekh Hamid Aitas al-Amidy (1891-1982 M) yang mempunyai murid dari berbagai negara.

Adapun di Indonesia, al-Qur’an mulai dihafal sejak alumni Mekkah banyak yang kembali ke Tanah Air. Diantara mereka yang terkenal dalam penyebaran al-Qur’an  adalah KH. Sa’id di Gedongan, Cirebon; KH. R Asnawi di Kudus; KH. M. Munawwir di Krapyak, Yogyakarta; KH. Hasyim Asy’ari di Jombang; dan KH. Dimyati di Tremas, Pacitan. Kesemuanya belajar al-Qur’an kepada Syekh Yusuf al-Dimyati, seorang ulama Madinah yang berasal dari Mesir, yang mempunyai silsilah al-Qur’an sampai ke Nabi Muhammad SAW.

Selain para ulama, Pemerintah Indonesia juga turut andil di penyebaran al-Qur’an di Tanah Air. Melalui Kementerian Agama RI, pemerintah setiap dua atau tiga tahun sekali menyelenggarakan Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional. Ajang yang pertama kali digelar pada 1968 tersebut pada tahun ini digelar di kota Ambon, dengan total biaya sebesar 165 milyar rupiah. Sebuah nominal yang tidak kecil tentunya. Menurut pengakuan Menteri Agama, Drs.Suryadharma Ali,MSi., anggaran yang diambil dari APBN dan APBD tersebut dimanfaatkan untuk perbaikan fasilitas umum.

Selain hal diatas, peran Pemerintah dalam penyebarluasan al-Qur’an juga terewujud dalam agenda pencetakan al-Qur’an di setiap tahun. Jumlah anggarannya pun cukup fantastis. Pada tahun tahun 2009, pemerintah mengeluarkan 2,5 milyar rupiah dengan mencetak sebanyak 78.079 buah al-Qur’an. Pada tahun 2010, pemerintah mengcururkan dana sebesar 3,2 milyar untuk 170.250 buah al-Qur’an. Kemudian, pada tahun 2011, dana yang dikuluarkan mencapai 25 milyar dan dikucurkan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar 4 milyar untuk pengadaan 225.045 buah al-Qur’an dan tahap kedua dikucurkan 20,5 milyar untuk pengadaan 653.000 buah al-Qur’an. Dan pada tahun 2012 ini, anggaran pengadaan al-Qur’an naik begitu tajam hingga mencapai 110 milyar rupiah untuk  2 juta eksemplar al qur’an.

Sayangnya, proyek agung ini ternodai oleh tangan-tangan culas yang tak bertanggung jawab. Wajar jika kemudian proyek ini sarat dengan korupsi. Dalam hitungan sederhana, anggaran satu al-Qur’an yang dicetak pemerintah adalah sebesar 55.000 rupiah. Padahal, harga al-Qur’an di pasaran hanya berkisar antara 25.000 sampai 35.000 rupiah. Harga al-Qur’an cetakan kertas terbaik di Timur Tengah pun harganya hanya sekitar 45.000 rupiah. Mungkin ini sebuah hitungan kasar yang tidak bisa dijadikan landasan mark up dalam proyek ini, tapi mengapa KPK menetapkan tersangka dalam pengadaan tersebut?

Yang lebih menyedihkan, adalah karena jatah 500 eksemplar yang diberikan oleh Kemenag kepada anggota komisi VIII DPR RI. Jatah tersebut, untuk selanjutnya dibagikan kepada dapil mereka masing-masing. Mereka beranggapan bahwa hal tersbut bukanlah sebuah korupsi. Padahal, al-Qur’an tersebut dijadikan sebagai alat menarik simpati masyarakat di dapil masing-masing. Alangkah baiknya bila untuk selanjutnya, pengadaan al-Qur’an dilakukan secara lebih transparan dan diawasi langsung oleh publik.

Tentu setiap umat beragama pasti sangat marah jika kitab suci yang mereka angugkan dijadikan proyek untuk dikorupsi. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk berlaku tegas, menghukum para koruptor dengan vonis yang sangat berat dan bahkan membuat para koruptor jatuh miskin. Sebab, korupsi di negeri ini kini sudah mulai memasuki ranah kitab suci. Jika tidak, maka bisa jadi suatu saat nanti bakal ada ungkapan “Al-Qur’an diturunkan di Hijaz, dibaca di Mesir, ditulis di Turki dan dikorupsi di Indonesia”. Ungkapan yang sangat menyakitkan, bukan???[]

*Mahasiswa Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Quran, Universitas Al-Azhar Kairo,Mesir

 tulisan ini pernah di terbitkan di radar banyuwangi ( jawa pos group )




0 comments: